
Hari Jumat 5 Mei 2023 adalah hari yang sangat dinantikan oleh segenap siswa kelas 12 SMA di NTT untuk mendengarkan hasil perjuangan selama 3 tahun. Tidak seperti biasanya selebrasi kelulusan siswa adalah masa yang paling menyenangkan dengan berbagai aksi coret baju seragam putih abu-abu. Memang betul, setiap masa ada kenangan dan setiap kenangan pasti terkesan di masanya.
Saya teringat sewaktu menerima hasil kelulusan SMA di akhir tahun pelajaran 2000/2001, selebrasi kelulusan dilakukan dengan cara aksi coret seragam putih abu-abu, konfoi sepeda motor di jalan raya dan pesta miras (minuman keras beralkohol) antar siswa. Selebrasi ini adalah salah satu bentuk luapan kegembiraan masa SMA yang penuh tantangan. Mengapa demikian, belajar selama 3 tahun nasibnya ditentukan dalam waktu 3 hari ujian dan 120 menit untuk setiap mata pelajaran.
Selain itu, standar nilai kelulusan juga sangat menentukan kelulusan. Kami benar-benar berjuang untuk mencapai kelulusan. Persiapan menghadapi ujian nasional benar-benar kami jalani bersama para guru mata pelajaran Ujian Nasional (UN). Les tambahan setiap sore berjalan sesuai jadwal dari kurikulum.
Meskipun demikian, setiap pengumuman hasil UN selalu saja ada yang lulus (L) dan tidak lulus (TL). Momentum ini pasti ada rasa senang dan gembira bagi yang lulus, sedangkan yang tidak lulus ada rasa penyesalan yang mendalam. Namun, pepatah kuno mengatakan bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Kata-kata bijak ini semakin menguatkan siswa yang tidak lulus untuk tetap semangat dalam belajar. Jangan putus asa.
UN sangat menentukan nasib siswa pendidikan dasar dan menengah. Proses UN yang ketat selalu saja meninggalkan dampak positif dan negatif. Bahkan tidak sedikit yang menempuh dengan jalan tidak benar (curang). Baik sekolah, guru dan siswa selalu mencari titik nyaman dan kredibilitas sebagai yang terbaik.
Dampak positif pemberlakuan UN sebagai syarat kelulusan adalah siswa berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dari yang baik, melahirkan jiwa pejuang generasi bangsa dalam menghadapi tantangan, sedangkan dampak negatif adalah UN menjadi beban psikis bagi siswa, ada kecurangan yang tidak terkontrol di tingkat sekolah,
Pemberlakuan UN sebagai syarat lulus bagi siswa dapat memberikan arti sebuah perjuangan mencapai kesuksesan. Hasil UN yang diperoleh siswa dapat menjadikan siswa lebih mengakui kemampuan akademiknya dalam belajar. Selain itu, melalui UN dapat melatih siswa untuk belajar menghadapi tantangan.
Aksi selebrasi kelulusan tahun ini sedikit lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Saya kagum dan bangga dengan sistem pengumuman kelulusan kali ini. Busana yang dikenakan siswa saat mendengarkan hasil kelulusan adalah sangat berbudaya dengan pakaian khas daerah NTT.
Mengapa tidak ada aksi coret baju saat selebrasi kelulusan. Inikah tanda mereka (siswa) sudah cukup cerdas dan dewasa menghadapi suatu keberhasilan dengan tidak anarkis pada seragam kebanggaan siswa SMA? Ataukah hanyalah sebuah kesempatan yang sangat beradab untuk ditunjukan bahwa mereka sangat berbudaya. Tentunya, bisa juga karena situasi yang mendorong mereka untuk tidak selebrasi yang anarkis. Semoga tidak.
Kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT adalah sebuah terobosan baru bagi siswa lulusan sekolah menengah atas dan kejuruan untuk menghargai busana berbudaya dengan pakaian khas daerah. Semua siswa, orang tua, guru, komite diwajibkan berpakaian adat khas daerah masing-masing. Salut semoga sukses ke depannya.
Sepintas pantauan saya di media sosial (medsos), aksi selebrasi coret seragam SMA hampir tidak nampak dalam tangkapan medsos. Selebrasi dilakukan dengan tarian tebe (tarian khas orang dawan-tetun-timor) bersama di lingkungan sekolah. Inilah yang mungkin disebut restorasi budaya selepas pendidikan.***
No Responses